‘Menyikapi Fenomena Akhir Tahun’
Edisi 1820
Seorang muslim dituntut untuk memiliki karakter yang jelas dan tidak boleh asal ikut-ikutan dengan karakter lain yang bukan semestinya menjadi karakternya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami.” (H.R. Tirmidzi).
Oleh karena itulah, banyak ayat di dalam Al-Quran dan juga hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang bagi kaum muslimin untuk meniru karakter yang tidak semestinya mereka tiru, entah itu meniru hewan, lawan jenis, setan, atau pun non-muslim.
Buletin kali ini akan membawakan sebagian ayat dan hadits tersebut agar bisa menjadi nasehat bagi kaum muslimin supaya bisa memiliki karakter sebagaimana yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Nasehat ini lebih-lebih dibutuhkan di momen akhir hingga awal tahun seperti sekarang ini, di mana banyak kaum muslimin yang karakter muslimnya terasa memudar tersebab kesalahpahaman tentang konsep toleransi.
Larangan Menyerupai Hewan
Terdapat banyak hadits yang melarang seorang muslim untuk menyerupai hewan, terkhusus pada hadits-hadits yang terkait tentang tata cara salat. Berikut di antara sebagian hadits tersebut.
Larangan turun sujud seperti turunnya onta sebagaimana terdapat dalam hadits: “Jika seseorang dari kamu sujud, maka janganlah ia turun sujud sebagaimana mendekamnya onta. Hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya.” (H.R. Abu Dawud, An-Nasa-i, dan Ahmad. Sahih).
Larangan menghamparkan tangan seperti binatang buas sebagaimana terdapat dalam hadits: “Seimbanglah di dalam sujud dan janganlah seseorang dari kamu menghamparkan kedua lengannya sebagaimana terhamparnya (kaki) anjing.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Larangan menoleh seperti musang, sujud seperti ayam mematuk, dan duduk seperti anjing. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan aku dengan tiga perkara dan melarangku dari tiga perkara. …. (Beliau) melarangku dari mematuk seperti patukan ayam jantan, duduk iq’a seperti duduk iq’a anjing, dan menoleh sebagaimana musang menoleh.” (H.R. Ahmad, Abu Ya’la, dan Al-Baihaqi)
Larangan menggerakkan tangan ketika salam seperti ekor kuda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada sebagian sahabat, “Mengapa engkau memberi isyarat dengan tanganmu, seolah-olah ekor-ekor kuda yang tidak tenang? Jika seseorang dari kamu salam (dari shalatnya), hendaklah ia menoleh kepada saudaranya, dan janganlah ia memberikan isyarat dengan tangannya.” (H.R. Muslim dan lain-lain).
Larangan sujud terlalu cepat seperti burung gagak mematuk dan tak mau berpindah tempat salat seperti unta menderum (H.R. Abu Dawud).
Larangan Menyerupai Lawan Jenis
Seorang laki-laki dilarang meniru apa yang menjadi ciri khas seorang perempuan dan seorang perempuan juga dilarang meniru apa yang menjadi ciri khas seorang laki-laki. Di antara hal yang menunjukkan hal tersebut adalah hadits-hadits berikut.
Dilarang menyerupai gaya berjalan lawan jenis. Ketika Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma melihat Ummu Sa’id anak perempuan Abu Jahal sedang membawa busur panah sambil berjalan seperti gaya berjalannya lelaki, Abdullah kemudian membawakan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Bukan dari golongan kami, wanita yang menyerupai kaum laki-laki dan lelaki yang menyerupai kaum wanita.” (H.R. Ahmad).
Dilarang menggunakan pakaian dan sandal yang menjadi khasnya lawan jenis. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya tentang hukum wanita memakai sandal yang khas bagi laki-laki, maka beliaupun menjawab: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat wanita-wanita yang menyerupai laki-laki.” (H.R. Abu Dawud).
Larangan menyerupai lawan jenis tidak hanya terbatas pada gaya berjalan dan gaya berpakaian saja, akan tetapi berlaku umum. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menyimpulkan, “Telah diketahui dari dalil-dalil bahwa yang dimaksud adalah (larangan) tasyabbuh dalam hal pakaian, sifat, gerakan, dan semisalnya; bukan tasyabuh (menyerupai) dalam perkara-perkara kebaikan.” (Fathul Bari, 10/333) .
Larangan Menyerupai Setan
Tidak boleh pula orang yang beriman mengikuti tindak-tanduk yang sangat hina ini, yaitu setan.
Dilarang makan dan minum dengan tangan kiri agar tak menyerupai setan, berdasarkan hadits, “Janganlah kalian makan dengan tangan kiri karena sesungguhnya setan makan dan minum dengan tangan kiri.” (H.R. Muslim).
Dilarang pula duduk di perbatasan antara tempat panas dan teduh agar tak menyerupai tempat duduk setan berdasarkan hadits, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang duduk di antara tempat yang terkena panas dan tempat yang terkena naungannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Itu adalah tempat duduknya setan.’.” (H.R. Ahmad. Sahih).
Kita diperintahkan untuk tidur siang agar berbeda dengan setan yang tidak tidur siang, berdasarkan hadits, “Tidur sianglah kalian karena sesungguhnya setan-setan itu tidak pernah tidur siang.” (H.R. Abu Nu’aim. Sahih).
Secara umum kita diperintahkan untuk tidak mengikuti gerak-gerik dan langkah setan, berdasarkan firman Allah (yang artinya), “Janganlah kamu turuti langkah-langkah setan.” (Q.S. Al Baqarah: 208).
Larangan Menyerupai Orang Kafir
Orang yang beriman juga dilarang untuk menyerupai orang kafir, baik itu dari kalangan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) atau pun yang bukan ahli kitab seperti orang-orang Majusi.
Kaum muslimin dianjurkan untuk menyemir uban agar bisa menyelisihi ahli kitab, berdasarkan hadits “Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak menyemir uban mereka, maka selisilah mereka.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dianjurkan menyelesihi orang majusi dengan cara memotong kumis dan memelihara jenggot, berdasarkan hadits “Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot memanjang, selisihilah orang-orang Majusi.” (H.R. Muslim).
Menyelisihi gaya berpakaian yang menjadi ciri khas orang kafir. Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah mengirim surat kepada ‘Utbah bin Farqad. Di antara isi suratnya, “Janganlah kalian bermewah-mewah dan waspadailah model pakaian orang musyrik.” (H.R. Muslim). Dalam riwayat lain disebutkan dengan redaksi, “Janganlah kalian bermewah-wewahan dan waspadailah model pakaian orang ‘ajam (Persia dan Romawi).”
Larangan meniru apa yang menjadi ciri khas orang kafir ini berlaku umum, berdasarkan hadits, “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongannya.” (H.R. Abu Dawud. Sahih).
Hikmah Tidak Boleh Menyerupai
Maka lihatlah. Bagaimana Allah dan Rasul-Nya menginginkan para pemeluk Islam untuk memiliki karakter yang tegas dan mulia, yang tidak gampang meniru karakter lainnya yang tidak semestinya ditiru.
Banyak sekali hikmah dari larangan-larangan tasyabbuh (menyerupai) yang telah Allah dan Rasul-Nya sampaikan. Salah satunya, seorang muslim dengan tidak meniru karakter yang tidak semestinya dia tiru, adalah sebagai wujud syukurnya terhadap nikmat Allah dan wujud rida terhadap takdir dan ketetapan Allah.
Allah telah memuliakan manusia dengan memberinya akal. Lalu jika ada yang meniru-niru makhluk yang tidak berakal (yaitu hewan), bukankah ini sama saja dengan tidak mensyukuri nikmat akal tersebut?
Dengan hikmah-Nya, Allah telah memilihkan jenis kelamin bagi kita. Jika ada orang yang kemudian meniru-meniru lawan jenisnya, bukankah itu bentuk tidak bersyukur atas hikmah di balik takdir Allah?
Allah telah memuliakan kaum muslimin dengan keimanan mereka. Lalu jika ada orang yang mengaku beriman yang meniru-niru setan dan orang kafir yang tidak beriman, bukankah itu bentuk tidak bersyukur kepada nikmat iman yang telah Allah berikan kepadanya?
Allah Ta’ala sudah memuliakan umat Islam di atas umat-umat lainnya. Kemuliaan dari Allah ini harus senantiasa dijaga.
Jadilah Seorang Muslim yang Seutuhnya
Allah Ta’ala berfirman, (yang artinya) “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan.” (Q.S. Al Baqarah: 208).
Jadilah seorang muslim yang berwatak, berkepribadian, dan berkarakter mulia sebagaimana yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Bukan menjadi seorang yang gampang terikut dengan watak, kepribadian, dan karakter orang lain yang tidak layak untuk diikut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian menjadi imma’ah (orang yang tak punya pendirian) yang berkata: jika manusia berbuat baik maka kami berbuat baik juga dan jika manusia berbuat zalim maka kami berbuat zalim pula. Akan tetapi milikilah pendirian yang teguh pada diri kalian. Jika manusia berbuat baik, ikutlah berbuat baik. Namun jika mereka berbuat jelek, jangan kalian berbuat zalim” (H.R. Attirmizi, hasan ghorib).
Karakter Muslim Sejati Diuji di Akhir Tahun
Sebagian kaum muslimin terasa memudar karakternya di akhir hingga awal tahun, ketika mendapati hari Natal dan datangnya tahun baru, dengan dalih toleransi. Karakter yang memudar itu tampak dalam berbagai bentuknya, mulai dari ikut-ikutan merayakan natal dan tahun baru, memberi selamat atas perayaan tersebut, menggunakan atribut-atribut yang menjadi ciri khas natal dan tahun baru, dan bentuk yang lainnya.
Maka kaum muslimin di manapun Anda berada, jadilah Anda sebagai muslim yang sesungguhnya. Tak perlu Anda ikut merayakan, mengucapkan selamat, dan menggunakan atribut-atribut hari raya dan perayaan yang tidak berasal dari agama Anda. Jangan pernah merasa minder dan inferior dengan karakter Anda sebagai seorang muslim. Bahkan, berbanggalah dengan menampakkan secara tegas karakter yang berbeda tersebut.
Ajakan ini bukan berarti mengajak kita untuk tidak bertoleransi. Islam bahkan mengarjakan untuk tidak boleh mengganggu jika umat Nasrani sedang merayakan hari raya mereka. Ajakan ini hanya ingin memberikan pemahaman bahwa toleransi tak harus diwujudkan dengan cara memudarkan karakter Anda sebagai seorang muslim lalu kemudian meniru-niru apa-apa yang menjadi ciri non-muslim.
Penulis: Muhammad Rezki Hr, S.T., M.Eng., Ph.D.
Murajaah: Ustaz Abu Salman, B.I.S.